Ekonomi kerakyatan
sesungguhnya telah berlangsung jauh sebelum Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Pada mulanya adalah Bung Hatta, di tengah-tengah dampak buruk
depresi ekonomi dunia yang tengah melanda Indonesia, yang menulis sebuah
artikel dengan judul Ekonomi Rakyat di harian Daulat Rakyat (Hatta, 1954).
Dalam artikel yang diterbitkan tanggal 20 Nopember 1933 tersebut, Bung Hatta
secara jelas mengungkapkan kegusarannya dalam menyaksikan kemerosotan kondisi
ekononomi rakyat Indonesia di bawah tindasan pemerintah Hindia Belanda. Yang yang dimaksud ekonomi rakyat oleh Bung Hatta
ketika itu tidak lain adalah ekonomi kaum pribumi penduduk asli indonesia.
"Dalam pasal 33
tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua
di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu,
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi." Dalam kutipan
penjelasan Pasal 33 UUD 1945 tersebut, ungkapan ekonomi kerakyatan memang tidak
ditemukan secara eksplisit. Ekonomi kerakyatan hanyalah ungkapan lain dari demokrasi
ekonomi .
gagasan ekonomi
kerakyatan atau demokrasi ekonomi sekurang-kurangnya telah dimulai sejak
berlangsungnya perbincangan antara Bung Hatta dan Tan Malaka di Berlin, bulan
Juli 1922. Penggalan kalimat Tan Malaka yang berbunyi "produksi oleh
semua, untuk semua, di bawah pimpinan berbagai institusi dalam masyarakat"
itu tentu mengingatkan kita pada penggalan kalimat yang terdapat dalam
penjelasan pasal 33 UUD 1945 sebagaimana dikemukakan tadi. Kemiripan kedua
kalimat tersebut secara jelas mengungkapkan bahwa persinggungan Bung Hatta
dengan konsep ekonomi kerakyatan setidak-tidaknya telah berlangsung sejak tahun
1922, sejak tahun pertama ia berada di negeri Belanda.
Dalam era 1945 - 1958, gagasan ekonomi kerakyatan
cenderung mengalami proses pasang surut. Puncaknya adalah pada terjadinya
kudeta 30 September 1965, yaitu yang memicu terjadinya peralihan kekuasaan dari
Soekarno kepada Soeharto pada 11 Maret 1966.
Ekonomi Orde Baru
Para teknokrat neoliberal, dengan dukungan penuh
dari Dana. Moneter Intemasional (IMF), Bank Dunia, dan negara-negara kreditur
yang tergabung daJam Inter Govermental Group on Indonesia (IGGI), silih
berganti memimpin perumusan kebijakan ekonomi Indonesia. Terhitung sejak awal
Pelita I (1969 -1973), inflasi berhasil dikendalikan di bawah dua digit.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia berhasil dipacu dengan rata-rata 6,5 persen
pertahun. Implikasinya, pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang pada 1969
masih sekitar USD 90, lahun 1982 berhasil ditingkatkan menjadi USD 520. Tahun
1997, sebelum perekonomian Indonesia. ambruk dilanda oleh krisis moneter,
pendapatan perkapita penduduk Indonesia sudah berhasil ditingkatkan menjadi USD
1,020.
pertengahan 1980-an, keterlibatan kerabat Cendana
dalam memperebutkan kue bisnis di Indonesia mulai mencuat ke permukaan menjadi
bahan perbincangan umum. Klimaksnya, sebagaimana berlangsung sejak pertengahan
1997, perekonomian Indonesia tiba-tiba ambruk dihantam oleh badai krisis
moneter yang ditiupkan.utang dalam dan luar negeri sebesar Rp l.300 trilyun. Di
tengah-tengah situasi seperti itu, yaitu dengan berlangsungnya proses
sistematis sosialisasi beban ekonomi negara kepada rakyat banyak, kondisi
perekonomian rakyat dengan sendirinya terpuruk semakin dalam.
Substansi
Ekonomi Kerakyatan.
substansi ekonomi
kerakyatan dalam garis besarnya mencakup tiga hal sebagai berikut.
1.
partisipasi seluruh anggota masyarakat
dalam proses produksi nasional.
2.
partisipasi seluruh anggota masyarakat
dalam turut menikmati hasil produksi nasional.
3.
kegiatan pembentukan produksi dan
pembagian hasil produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat.
tujuan utama ekonomi
kerakyatan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan
itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis
besarnya meliputi lima (5) hal berikut:
1. Tersedianya
peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
2. Terselenggaranya sistem
jaminan sosial bagi
anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan
anak-anak teriantar.
3. Terdistribusikannya
kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
4. Terselenggaranya
pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
5. Terjaminnya
kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.
Urgensi Ekonomi Kerakyatan
walaupun
dalam jangka panjang ekonomi kerakyatan menjanjikan kondisi perekonomian yang
lebih berkeadilan, dalam jangka pendek ia adalah ancaman yang sangat serius
bagi mereka yang telah merasa sangat diuntungkan oleh sistem ekonomi kapitalis
neoliberal.
Berangkat dari
substansi dan urgensi sistem ekonomi kerakyatan sebagaimana dikemukakan
tersebut, beberapa hal mudah-mudahan kini menjadi lebih jelas, terutama bagi
mereka yang selama ini masih ragu-ragu terhadap kemungkinan penyelenggaraan
sistem ekonomi kerakyatan di Indonesia.
1. Sebagai
sebuah paham, ekonomi kerakyatan bukanlah sebuah paham yang bersifat apolitis.
2. Jika
dilihat dari segi konstituennya, konstituen utama ekonomi kerakyatan adalah kelompok masyarakat yang terpinggirkan
dalam sistem ekonomi kapitalis neoliberal.
3. Jika
dilihat dari musuh strategisnya, musuh utama gerakan ekonomi kerakyatan terdiri
dari para penguasa negara-negara industri pemberi utang, para penguasa negara
yang menjadi kaki tangan kepentingan para pemodal besar, dan para pemodal besar
domestik yang menghalang-halangi upaya perwujudan sistem ekonomi kerakyatan.
Tantangan Ekonomi Kerakyatan
1. Dari
kelompok masyarakat yang selama ini telah sangat diuntungkan oleh kapitalisme
perkoncoan (crony capitalism) yang diselenggarakan oleh Orde Baru.
2. Dari
jaringan kekuatan modal intemasional, khususnya dari kekuatan kapitalisme
kasino yang ingin mencengkeram dan menghisap perekonomian Indonesia.
Agenda
Ekonomi Kerakyatan
1. penghapusan
sebagian utang luar negeri Indonesia sebagai upaya untuk mengurangi tekanan
terhadap belanja negara dan neraca pembayaran.
2. meningkatkan
disiplin pengelolaan keuangan negara dengan tujuan untuk memerangi KKN dalam
segala dimensinya.
3. mendemokratisasikan
pengelolaan BUMN.
4. peningkatan
alokasi sumber-sumber penerimaan negara dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah.
5. pemenuhan
dan perlindungan hak-hak dasar para pekerja serta peningkatan partisipasi para
pekerja dalam penyelenggaraan perusahaan.
6. pembatasan
penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada para petani
penggarap.
7. pembaharuan
UU koperasi dan pembentukan koperasi-koperasi sejati dalam berbagai bidang
usaha dan kegiatan.
Komentar
Posting Komentar